AtTaubah:84
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ
مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ
فَاسِقُونَ
Dan
janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara
mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka
telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.
Allah berfirman:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia
bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan
yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang
kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu
supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." [QS. Huud :
44-46].
Allah juga berfirman tentang keingkaran Azar ayah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam :
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلاّ
عَن مّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيّاهُ فَلَمّا تَبَيّنَ لَهُ أَنّهُ عَدُوّ للّهِ
تَبَرّأَ مِنْهُ إِنّ إِبْرَاهِيمَ لأوّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan
permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah
karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu
adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” [QS. At-Taubah : 114].
Dan Allah pun berfirman tentang istri Nabi Luth sebagai orang yang dibinasakan
oleh adzab Allah :
فَأَنجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ
مِنَ الْغَابِرِينَ
Kemudian
Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). [QS. Al-A’raf : 83].
Tidak
terkecuali hal itu terjadi pada kedua
orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Mereka
berdua – sesuai dengan kehendak kauni
Allah ta’ala – mati dalam keadaan kafir.
Hal itu ditegaskan oleh beberapa nash di antaranya :
Al-Qur’an Al-Kariim
مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن
يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ
مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu
adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi
mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
jahanam” [QS.
At-Taubah : 113].
Sababun-Nuzul (sebab
turunnya) ayat ini adalah berkaitan
dengan permohonan Nabishallallaahu ’alaihi wa sallam kepada
Allah ta’ala untuk memintakan ampun ibunya (namun kemudian
Allah tidak mengijinkannya) [Lihat Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir
Ibnu Katsir QS. At-Taubah : 113].
As-Sunnah Ash-Shahiihah
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي
وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Dari Anas radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya
kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, dimanakah
tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. Beliau menjawab : “Di
neraka”. Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu
berkata : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”. [HR. Muslim no. 203, Abu Dawud
no. 4718, Ahmad no. 13861, Ibnu Hibban no. 578, Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa no.
13856, Abu ‘Awanah no. 289, dan Abu Ya’la no. 3516].
No comments:
Post a Comment